listening music yuuk..!!!!!!!!!!

cOveR9irL..hahaha

Create Fake Magazine Covers with your own picture at MagMyPic.com
Click here to rate this magazine

Senin, 24 Maret 2008

perkembangan diri saya

Ketika saya beranjak masuk SMP,saya memulai merasa kekuranagan kasih sayang orang tua. Ayah saya bekerja sebagai dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta. Sedangkan ibu saya bekerja sebagai guru ngaji di majelis ta'lim yang satu ke majelis ta'lim lainnya. Saya di rumah hanya ditemani kakek, nenek, dan pembantu. Setiap hari saya selalu bermain bersama mereka, terutama nenek. Setiap saya mau makan nenek selalu mendampingi saya. Setiap saya mau tidur nenek selalu membacakan sholawat badar dan mengkipasi saya. Malah orang-orang menyebut saya ini anak nenek bukan anak ibu saya. Karena waktu bertatap muka saya dengan nenek lebih banyak dibandingkan dengan ibu saya sendiri.
Pada Oktober 2003, nenek mulai terserang penyakit liver. Mendengar berita itu saya sangat terkejut seperti tersambar petir. Nenek saya sempat dirawat di Rumah Sakit Tebet selama 2 bulan. Karena pelayanan di Rumah Sakit Tebet kurang memuaskan maka nenek dipindahkan ke Rumah Sakit MMC. Setiap saya pulang sekolah, saya selalu menyempatkan diri untuk ke Rumah Sakit. Karena saya ingin menghibur nenek. Sungguh saya sangat tidak tega melihat nenek saya diinfus dan tubuh nenek saya semakin hari semakin kurus. Suatu hari nenek meminta untuk dirawat di rumah saja karena dia sudah merasa bosan dengan suasana Rumah Sakit. Akhirnya keluarga pun mengabulkannya.
Satu hari sebelum ujian semester, nenek berpesan kepada saya untuk lebih giat belajar. Saya pun menjadi termotivasi mendengar perkataannya. Pagi hari setelah adzan shubuh, di Musholla diumumkan telah meninggal dunia "Ibu Hj. Ni'mah binti H. Muchtar". Saya langsung terbangun mendengar nama itu. Karena itu adalah nama nenek saya. Saya langsung keluar rumah dan berlari ke rumah nenek yang tak jauh dari rumah saya. Sampai-sampai saya lupa tidak menggunakan sendal saat keluar rumah. Di hadapan sang jenazah saya menangis sambil membaca Surat Yasin. Sayang, saya tidak bisa mengantarkan nenek ke tempat terakhirnya. Hal itu disebabkan karena di sekolah saya sedang Ujian Semester.

perkembangan remaja

Memahami Aspek-aspek Penting Perkembangan Remaja
Dalam hidupnya, setiap manusia akan mengalami berbagai tahap perkembangan. Dan salah satu tahap perkembangan yang sering menjadi sorotan adalah ketika seseorang memasuki usia remaja. Betapa tidak? Usia remaja adalah gerbang menuju kedewasaan, jika dia berhasil melalui gerbang ini dengan baik, maka tantangan-tantangan di masa selanjutnya akan relatif mudah diatasi.

Begitupun sebaliknya, bila dia gagal maka pada tahap perkembangan berikutnya besar kemungkinan akan terjadi masalah pada dirinya. Oleh karena itu, agar perkembangannya berjalan dengan baik, setidaknya ada lima aspek penting yang harus dicermati, baik oleh orang tua, pendidik, maupun si remaja itu sendiri.

1. Kondisi fisik
Penampilan fisik merupakan aspek penting bagi remaja dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Biasanya mereka mempunyai standar-standar tertentu tentang sosok fisik ideal yang mereka dambakan. Misalnya, standar cantik adalah berpostur tinggi, bertubuh langsing, dan berkulit putih.
Namun tentu saja tidak semua remaja memiliki kondisi fisik seideal itu. Karenanya, remaja mesti belajar menerima dan memanfaatkan seperti apapun kondisi fisiknya dengan seefektif mungkin.

Remaja perlu menanamkan keyakinan bahwa keindahan lahiriah bukanlah makna yang sesungguhnya dari kecantikan. Kecantikan sejati justru bersumber dari hati nurani, akhlak, serta kepribadian yang baik. Seperti kata pepatah: Beauty is not in the face, beauty is a light in the heart (kecantikan bukan pada wajah, melainkan cahaya dari dalam hati). Bahkan dalam Islam, Rasulullah Muhammad SAW bersabda: "Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk-bentuk tubuhmu dan harta-hartamu, tetapi Allah melihat hati dan amal-amalmu." (HR Muslim)

2. Kebebasan emosional
Pada umumnya, remaja ingin memperoleh kebebasan emosional. Mereka ingin bebas melakukan apa saja yang mereka sukai. Tak heran, sebab dalam masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa, seorang remaja memang senantiasa berusaha agar pendapat atau pikiran-pikirannya diakui dan disejajarkan dengan orang dewasa, dalam kedudukannya yang bukan lagi sekadar objek.

Dengan demikian jika terjadi perbedaan pendapat antara anak dengan orang tua, maka pendekatan yang bersifat demokratis dan terbuka akan terasa lebih bijaksana. Salah satu caranya dapat dilakukan dengan membangun rasa saling pengertian, di mana masing-masing pihak berusaha memahami sudut pandang pihak lain.

Saling pengertian juga dapat dibangkitkan dengan bertukar pengalaman atau dengan melakukan beberapa aktivitas tertentu bersama-sama, di mana orang tua dapat menempatkan dirinya dalam situasi remaja, dan sebaliknya. Menurut Gordon, inti dari metode pemecahan konflik yang aman antara orang tua dan anak adalah dengan menjadi pendengar aktif.

3. Interaksi sosial
Kemampuan untuk melakukan interaksi sosial juga sangat penting dalam membentuk konsep diri yang positif, sehingga dia mampu melihat dirinya sebagai orang yang kompeten dan disenangi oleh lingkungannya. Dengan demikian, maka diharapkan dia dapat memiliki gambaran yang wajar tentang dirinya sesuai dengan kenyataan (tidak dikurangi atau dilebih-lebihkan).

Menurut Abdul Halim Abu Syuqqah, dalam bukunya Kebebasan Wanita, pergaulan yang sehat adalah pergaulan yang tidak terjebak dalam dua ekstrem, yakni terlalu sensitif (menutup diri) atau terlalu bebas. Konsep pergaulan semestinya lebih ditekankan kepada hal-hal positif, seperti untuk mempertegas eksistensi diri atau guna menjalin persaudaraan serta menambah wawasan yang bermanfaat.

4. Pengetahuan terhadap kemampuan diri
Setiap kelebihan atau potensi yang ada dalam diri manusia sesungguhnya bersifat laten. Artinya, ia harus digali dan terus dirangsang agar keluar secara optimal. Dengan demikian, akan terlihat sejauh mana potensi yang ada dan di jalur mana potensi itu terkonsentrasi, untuk selanjutnya diperdalam hingga dapat melahirkan karya yang berarti.

Dengan mengetahui dan menerima kemampuan diri secara positif, maka seorang remaja diharapkan lebih mampu menentukan keputusan yang tepat terhadap apa yang akan ia jalani, seperti memilih sekolah atau jenis kegiatan yang akan diikutinya.

5. Penguasaan diri terhadap nilai-nilai moral dan agama
William James, seorang psikolog yang mendalami psikologi agama mengatakan bahwa orang yang memiliki komitmen terhadap nilai-nilai agama cenderung mempunyai jiwa yang lebih sehat. Kondisi tersebut ditampilkan dengan sikap yang positif, optimis, spontan, bahagia, serta penuh gairah dan vitalitas.

Sebaliknya, orang yang memandang agama sebagai suatu kebiasaan yang membosankan atau perjuangan yang berat dan penuh beban, akan memiliki jiwa yang sakit (sick soul). Dia akan dihinggapi oleh penyesalan diri, rasa bersalah, murung serta tertekan.

Bagi keluarga Muslim, nampaknya harus mulai ditanamkan pemahaman bahwa di usianya si remaja sudah termasuk baligh. Artinya dia sudah taklif, atau bertanggung jawab atas kewajiban-kewajiban agama serta menanggung sendiri dosa-dosanya apabila melanggar kewajiban-kewajiban tersebut. Dengan pemahaman yang kuat terhadap nilai-nilai moral dan agama, maka lingkungan yang buruk tidak akan membuatnya menjadi buruk. Bahkan boleh jadi, si remaja sanggup proaktif mempengaruhi lingkungannya dengan frame religius